Khutbah Idul Fithri 1436H/2015M

MELESTARIKAN NILAI-NILAI RAMADHAN DENGAN ISTIQOMAH SEPANJANG HAYAT

Khutbah Idul Fithri 1 Syawwal 1436H / 17 Juli 2015M.

Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Khutbah Pertama:

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×) لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ، اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ.

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.

اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ.

قاَلَ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.

اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَاللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Jama’ah sholat Idul Fitri yang dimuliakan Allah …

Menetes air mata orang beriman mengiringi tenggelamnya matahari kemarin sore, seiring terbitnya hilal Syawwal, maka berpisahlah kita dengan Ramadhan. Berpisahlah kita dengan bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam, jika kita beribadah pada malam itu, maka kita mendapatkan keutamaan ibadah yang lebih baik daripada ibadah seribu bulan. Kita telah berpisah dengan bulan yang di dalamnya terdapat limpahan rahmat dan ampunan Allah yang berlipat ganda. Kita telah ditinggalkan oleh bulan yang puasa di dalamnya menutupi salah dan dosa. Kita telah ditinggalkan oleh bulan turunnya Al-Qur’an pedoman umat manusia.

Tidak ada yang dapat menjamin bahwa kita akan bertemu lagi dengan bulan yang penuh dengan berkah itu. Betapa banyak orang-orang yang kita kasihi dan kita sayangi, orang-orang tua kita, saudara, kerabat dan para tetangga. Mereka yang dulu pernah bersama-sama dengan kita, masih terbayang senyuman mereka di pelupuk mata. Tapi kini, mereka tidak lagi bersama-sama dengan kita. Mereka telah berada di alam baka, hanya tinggal kenangan yang tak mungkin akan terlupa.

Mari kita bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah kepada kita. Orang yang bersyukur, sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. Allah berfirman,

وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Qs. Luqman [31]: 12).

Semoga dengan bersyukur, Allah menambah nikmat-Nya kepada kita semua, sesuai janji-Nya:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Qs. Ibrahim [14]: 7).

Selanjutnya mari kita bershalawat kepada nabi besar Muhammad Saw. Untuk apa kita bershalawat?! Jika di dunia ini kita membutuhkan pertolongan, maka kita bisa meminta tolong kepada saudara-saudara kita, kerabat dan para sahabat. Akan tetapi akan ada suatu masa nanti, seperti yang difirman Allah:

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ (34) وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ (35) وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ

Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya. Dari ibu dan bapaknya. Dari istri dan anak-anaknya”. (Qs. ‘Abasa [80]: 34-36). Mengapa semua orang melarikan diri dari orang-orang yang mereka kasihi?! Padahal di dunia dahulu mereka tidak bisa berpisah walau sedetik pun.

لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya”. (Qs. ‘Abasa [80]: 37). Saat itu kita sibuk mempertanggung jawabkan semua perbuatan kita; langkah kaki, hayunan tangan, tatapan mata, pendengaran bahkan gerak hati. Ketika tidak ada yang dapat menolong, pada saat tidak ada yang bisa membantu. Maka ketika itu kita mengharapkan pertolongan dan syafaat Rasulullah Saw. Mari kita memperbanyak shalawat, semoga kita termasuk umat yang mendapatkan syafaatnya, amin ya Robbal’alamin.

اللهُ اَكبَرْ (3×) لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ.

Jamaah Idul Fithri yang dimuliakan Allah …

Tujuan dari puasa adalah menciptakan manusia yang bertaqwa. Dan kedudukan manusia di sisi Allah diukur dari ketakwaannya. Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. al-Hujurat [49]: 13).

Manusia dianggap mulia bukan karena hartanya, bukan karena jabatannya, bukan pula karena bentuk dan rupanya. Rasulullah Saw bersabda:

إنَّ الله لا ينْظُرُ إِلى أجْسَامِكُمْ ، ولا إِلى صُوَرِكمْ ، وَلَكن ينْظُرُ إلى قُلُوبِكمْ وأعمالكم

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kamu dan tidak melihat kepada bentuk kamu, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kamu”. (HR.Muslim).

Janji Allah Swt untuk orang-orang yang takut kepada-Nya :

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ (46)

Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga[1446].

[1446] Yang dimaksud dua syurga di sini adalah, yang satu untuk manusia yang satu lagi untuk jin. Ada juga ahli tafsir yang berpendapat syurga dunia dan syurga akhirat”. (Qs. ar-Rahman [55]: 46).

اللهُ اَكبَرْ (3×) لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ.

Jamaah Idul Fithri yang dimuliakan Allah …

Allah Swt bercerita tentang balasan yang telah Ia siapkan untuk orang-orang yang bertakwa:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133)

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (Qs. Al ‘Imran [3]: 33).

Satu bulan penuh kita ditempa dilatih dalam berbagai kebaikan. Bulan Ramadhan yang telah kita lalui bukanlah bulan menumpuk amal. Akan tetapi bulan membiasakan diri beramal agar dapat kita laksanakan di bulan-bulan yang akan datang yang pada akhirnya kita istiqomah hingga kematian tiba. Diantara amal-amal yang mesti kita lestarikan adalah:

Pertama, takut kepada Allah Swt.

Di saat Ramadhan, kita amat sangat takut kepada Allah Swt. Kita tidak makan, tidak minum, tidak melihat yang haram, tidak membicarakan yang haram. Semua larangan Allah Swt kita patuhi. Mari kita bawa rasa takut itu hingga kita mati. Krisis kita saat ini adalah krisis tidak adanya rasa takut kepada Allah Swt. Andai seorang suami takut kepada Allah, maka ia tidak akan menyia-nyiakan istri dan anak-anaknya. Jika seorang istri takut kepada Allah, ia tidak akan mengkhianati suaminya. Jika seorang anak takut kepada Allah, maka ia tidak akan menjadi anak durhaka yang menyia-nyiakan kedua orang tuanya. Andai rakyat takut kepada Allah, maka tidak akan ada rakyat melawan pemimpin. Andai pemimpin takut kepada Allah, maka tidak akan ada pemimpin yang memakan hak dan menganiaya rakyatnya. Rasa takut itulah yang menghalangi orang dari perbuatan membunuh sesama,

لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam”. (Qs. al-Ma’idah [5]: 28). Rasa takut itu pula yang menghalangi orang dari perbuatan zina,

وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ

“Seseorang yang diajak berzina, yang mengajak itu memiliki fisik yang bagus dan kedudukan yang tinggi. Tapi yang diajak itu menjawab, “Aku takut kepada Allah Swt”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Rasa takut itu pula yang dapat mencegah manusia terjerumus ke dalam perbuatan mengikuti hawa nafsu,

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41)

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)”. (Qs. an-Nazi’at [79]: 40-41).

Kedua, berbagi kepada sesama manusia.

Setelah merasakan sakitnya lapar, di saat berbuka kita berbagi makanan kepada sesama. Mari kita jaga semangat berbagi itu. Saat ini banyak orang tidak memperdulikan saudaranya. Keimanan seseorang diukur dari sikap empatinya kepada saudaranya,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ أَوْ قَالَ لِجَارِهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Kamu tidak beriman, hingga kamu menyayangi saudaramu seperti menyayangi diri sendiri”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Orang yang mengaku beriman, tapi tidak mau berbagi, maka diragukan keimanannya,

ليس بالمؤمن الذى يبيت شبعانا وجاره جائع إلى جنبه

Bukan orang beriman, orang yang sanggup tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya di sampingnya dalam keadaan lapar”. (HR. al-Hakim).

Ketiga, qiyamullail.

Bangun malam amat sangat sulit, tapi selama Ramadhan ini kita bangun malam. Bukan hanya untuk makan sahur. Tapi untuk melaksanakan Qiyamullail. Allah Swt berfirman,

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Qs. al-Isra’ [17]: 79). Surga dijanjikan Allah Swt untuk orang yang melaksanakan tahajjud di waktu malam,

أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ

“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berilah makanan kepada orang miskin, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang banyak tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat”. (HR. at-Tirmidzi).

Keempat, membaca al-Qur’an.

Kita khatamkan al-Qur’an di bulan Ramadhan, bukan berarti setelah Ramadhan kita meninggalkan al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah penyembuh hati yang sempit,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. al-Isra’ [17]: 82).

Al-Qur’an akan menjadi penolong di hari kiamat, saat anak dan harta tidak lagi berguna,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya al-Qur’an akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi orang-orang yang membacanya”. (HR. Muslim).

Kelima, menyambung Silaturrahim.

Setiap malam kita bertemu dengan keluarga, teman dan sahabat selama Ramadhan. Dalam tarawih dan tadarus. Hubungan baik dengan keluarga kita lanjutkan dalam Silaturrahim. Hubungan baik dengan sahabat kita lanjutkan dalam Ukhuwwah Islamiyyah. Rasulullah Saw bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya, dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahim”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Sebaliknya, orang-orang yang memutus silaturrahim. Maka Rasulullah Saw memberikan ancaman,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

“Orang yang memutuskan silaturrahim tidak akan masuk surga”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Hubungan yang baik dapat mengampuni dosa-dosa, sebagaimana sabda Rasulullah Saw,

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا

“Dua orang muslim yang bertemu, bersalaman, Allah mengampuni dosa-dosa mereka berdua sebelum mereka berpisah”. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Mengawali ibadah itu sulit, namun ada yang lebih sulit, yaitu istiqomah dalam ibadah.

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنِي بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ قَالَ قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقِم

Sufyan bin Abdillah at-Tsaqafi berkata, “Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepadaku sesuatu agar aku berpegang teguh dengan itu”. Rasulullah Saw menjawab, “Katakanlah, ‘Tuhanku Allah, kemudian istiqomahlah”. (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Allah Swt menjanjikan balasan untuk orang-orang yang istiqomah,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Qs. Fusshilat [41]: 30). Maka untuk istiqomah, kita lanjutkan nilai-nilai Ramadhan di luar Ramadhan.

Semua kembali kepada kita, mari kita jadikan puasa yang telah kita laksanakan itu sebagai ibadah yang dapat membentuk diri kita, mengampuni dosa-dosa kita, melipatgandakan balasan amal ibadah kita dan balasan kebaikan untuk kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang mendapatkan ampunan dari Allah SWT, amin ya Robbal’alamin.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua:

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْراً، وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ، اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ.

اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا.

اَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ، وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ، وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى، يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، وَارْضَ اللهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، اَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ، وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَْلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ ،اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ اَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اَللَّهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِي فِلِسْطِيْن وَفي مَشَارِقِ الأَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَالْوَباَءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً، وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ، وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَر وَاْلبَغْي، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

Puisi Muhasabah Ulang Tahun

Hari-hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru

Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah

Tapi… Coba aku tengok ke belakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan

Kuraba dahiku
Astaghfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku
Hmmm… Masih lebih besar duniawiku

Ya Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan ?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan ?
Masihkah aku diberi kesempatan ?

Ya Allah
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astaghfirullah…

Jika Engkau izinkan hamba bertemu tahun depan
Izinkan hamba-Mu ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifah-Mu
Hamba sangat ingin melihat wajah-Mu disana
Hamba sangat ingin melihat senyum-Mu disana

Ya Allah, izinkanlah…

Sumber:

http://gudangotak.blogspot.com/2010/04/puisi-muhasabah-ulang-tahun_22.html

Renungan Ulang Tahun

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran ” ( QS. Al-‘Ashr: 1-4)

“Selamat ulang tahun semoga panjang umur ….”, ucapan ini sering kita dengar dan sering kita terima terutama pada saat bertepatan dengan hari kelahiran kita. Umur kita milik Allah dan ketentuan sampai kapan hak pakai terhadap umur kita hanya Allah Yang Maha mengetahui.

Hari kelahiran atau yang sering disebut hari ulang tahun, sesungguhnya adalah perhitungan waktu setahun kita menjauh dari batas awal kelahiran kita, dan perhitungan setahun kita mendekat pada batas akhir umur yang disediakan Allah untuk kita: KEMATIAN.

Umur kita sudah ditentukan Allah. “Semoga panjang umur”, hakekatnya bukan umur kita bertambah setahun, lima tahun, sepuluh tahun dan seterusnya, karena batas waktu umur kita sudah tertulis di Lauh Mahfuz. Panjang umur yang sesungguhnya adalah pemanfaatan waktu dalam ketaatan kita kepada Sang Pemilik waktu yaitu Allah SWT, pemanfaatan waktu untuk mengumpulkan bekal kembali kita menghadap Sang Pencipta.

Perayaan ulang tahun sering dirayakan dengan acara pesta gemerlap, padahal secara tidak sadar kita telah merayakan berkurangnya jatah waktu kita. Tetapi marilah ulang tahun kita jadikan sebagai moment perenungan atas sisa waktu yang kita miliki, moment sebagai introspeksi diri, muhasabah dengan apa yang sudah pernah kita perbuat, serta ber-istighfar atas dosa dan kesalahan kita.

Mari di sisa usia ini benar-benar kita pacu untuk sesuatu yang bermanfaat. Waktu berpacu dan tak sedetikpun bisa terhenti oleh keinginan kita. Kalau kita menengok ke belakang, misal usia kita sekarang 25 tahun, alangkah singkatnya kenangan 25 tahun itu. Bila kita ulas balik dari baligh hingga 25 tahun, tidak membutuhkan waktu hingga satu jam, sungguh pastilah banyak penyesalan-penyesalan yang muncul dari perjalanan hidup kita.

Rasanya kalau bisa, kita ingin mengulang merapikan kehidupan kita yang telah lalu. Inilah bentuk penyesalan itu. Perbaikan masa lalu bisa kita aplikasikan dengan perbaikan masa kini dan masa depan kita. Segala macam keburukan, dosa dan maksiat yang pernah kita lakukan di masa lalu, kita redam sekuat tenaga untuk tidak muncul dan terulang kembali, sebagai bukti kesungguhan taubatan nasuha kita. Perbanyak istighfar  untuk meredamnya, serta selalu dzikrullah untuk mengisi sisa waktu kita.

Tidak ada yang tahu berapa banyak sisa waktu yang kita miliki. Mungkin saat ini kita sudah lalui setengah waktu, atau mungkin kita sudah di penghujung waktu yang kita miliki. Allahu a’lam, hanya Allah Yang Maha Mengetahui, Yang Menggenggam waktu kita.

Demi Allah, setiap detik waktu pasti akan dipertanggungjawabkan. Dan sangatlah tepat moment ulang tahun adalah moment introspeksi, moment perenungan untuk menganalisa pemanfaatan waktu kita. Muhasabah setiap waktu.

Melihat dan mengaku kekurangan diri sendiri sangatlah berat. Kecenderungan kita lebih mudah melihat dan mencela kelemahan orang lain. Setiap manusia pastilah punya aib, bersyukur kita Allah masih menutupi aib kita. Mari hindarkan waktu kita yang sedikit ini untuk mencela dan mencari keburukan orang lain.

Mari kita isi waktu untuk memperbaiki diri sebagai bentuk muhasabah diri. Orang yang kita gunjing mungkin orang yang sepertiga malamnya terbangun mengirimkan doa untuk kita. Bayangkan alangkah malunya kita nanti apabila peradilan itu dibuka. Nauzdubillah! Semoga kita menjadi hamba Allah yang saling mencintai karena Allah.

Sekali lagi marilah moment Ulang Tahun kita jadikan saat terkhusuk untuk introspeksi dan muhasabah diri. Semoga kita menjadi hamba Allah yang bisa memanfaatkan waktu yang sedikit ini untuk meraih kebahagiaan waktu yang kekal kelak. Amin Allahumma Amiin.

Buku Panduan MUI – Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia

Buku ini disusun oleh Tim Penulis MUI Pusat yang terdiri dari DR. (HC) KH. Ma’ruf Amin (Ketua MUI Pusat), Prof. Dr. Yunahar Ilyas (Wakil Ketua MUI Pusat), Drs. H. Ichwan Sam (Sekjend MUI Pusat) dan Dr. Amirsyah (Wakil Sekjend MUI Pusat) dengan pelaksana dari Tim Khusus Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian MUI Pusat yang terdiri dari, Prof. Dr. Utang Ranuwijaya, Dr. KH. Cholil Nafis, Fahmi Salim, MA., Drs. Muh. Ziyad, MA., M. Buchori Muslim, Ridha Basalamah, Prof. Dr. H Hasanuddin AF, Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh, MA., Dr. H. Maulana Hasanuddin dan Drs. H. Muh. Faiz, MA.

Meskipun belum berupa fatwa, namun buku ini merupakan keterangan resmi dari MUI Pusat mengenai kesesatan Syiah sebagaimana dijelaskan oleh Tim Penulis dalam kata pengantar, “Buku saku ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman umat Islam Indonesia dalam mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syi’ah, sebagaimana yang terjadi di Indonesia, sebagai ‘Bayan’ resmi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tujuan agar umat Islam tidak terpengaruh oleh faham Syi’ah dan dapat terhindar dari bahaya yang akan mengganggu stabilitas dan keutuhan NKRI.” (hlm. 7-8).

Isi dan tujuan buku ini dijelaskan oleh Tim Penulis dalam pendahuluan yang terletak pada halaman 12-16, “Atas dasar tugas dan tanggung jawab luhur dalam membina dan menjaga umat pada berbagai aspeknya, dan sebagai bentuk tanggungjawab ke hadapan Allah SWT dalam meluruskan aqidah dan syari’ah umat, MUI memberikan panduan kepada umat, dengan berbagai cara, antara lain dengan mengeluarkan fatwa, memberi taushiyyah, atau membuat buku panduan –seperti buku panduan tentang Syiah ini- setelah dilakukan penelitian dan pengkajian secara mendalam.

Buku panduan ini sebagian merupakan penjelasan teknis dan rinci dari remokendasi Rapat Kerja Nasional MUI pada Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 bahwa Faham Syiah mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan umat Islam harus meningkatkan kewaspadaan terhadap masuknya faham ini, juga fatwa MUI 22 Jumadil Akhir 1418H./25 Oktorber 1997 tentang Nikah Mut’ah. Dalam konsiderannya, Fatwa ini menyatakan bahwa mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tidak mengakui dan menolak paham Syiah secara umum dana nikah mut’ah secara khusus.

Dalam buku panduan ini secara garis besar memuat tentang sejarah Syiah, penyimpangan Syiah, pergerakan dan metode penyebaran Syiah di Indonesia, dan sikap MUI terhadap Syiah.
Hadirnya buku panduan ini merupakan wujud dari tanggung jawab dan sikap tegas MUI itu, dengan harapan umat Islam Indonesia mengenal Syiah dengan benar dan kemudian mewaspadai serta menjauhi dakwah mereka, karena dalam pandangan MUI faham Syiah itu menyimpang dari ajaran Islam, dan dapat menyesatkan umat.” (hlm. 13-15).

Karena itu, dengan hadirnya buku ini diharapkan masyarakat tidak lagi dibuat bingung oleh ulah beberapa oknum yang mengatasnamakan MUI untuk mengatakan Syiah tidak sesat, seperti yang pernah termuat dalam Harian Fajar Makassar yang menyebutkan, MUI: Syiah Sah Sebagai Mazhab Islam. Juga, beberapa sikap tokoh yang menyederhanakan persoalan Sunni-Syiah, seperti Syafi’i Ma’arif, Din Syamsuddin, Aqil Siradj dan lain-lain.

Download Buku Panduan MUI – Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia ini di sini atau di sini.

Sumber: http://www.scribd.com/doc/183188603/BUKU-PANDUAN-MUI-MENGENAL-MEWASPADAI-PENYIMPANGAN-SYI-AH-DI-INDONESIA#

Khutbah Jumat: Sikap Dalam Menghadapi Tahun Baru

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، سَيِّدِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ وَمَوَّالَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَتِهِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

وَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ :يَا أَيُّهَا الََّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (آل عمران: 102).

وَقَالَ فِي أَيَةٍ أُخْرَى : كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (آل عمران : 185).

Hadirin jama’ah jum’at yang dimuliakan Allah SWT.

Hari ini sampai kita kepada hari yang dimuliakan oleh Allah SWT yang disebut sebagai “Sayyidul Ayyam (induk dari segala hari)”, Allah SWT masih memberikan kita umur panjang sampai saat ini. Bukan hanya umur yang panjang, Allah juga telah memberikan nikmat sehat serta nikmat istiqamah di dalam hati kita. Sehingga dengan nikmat-nikmat tersebut, ringan kita melangkahkan kaki menyambut seruan azan, datang memenuhi panggilan Allah, menunaikan shalat fardhu jum’at pada hari yang mulia ini.

Untuk itu kita bersyukur kepada Allah. Bersyukur dengan ucapan, mari kita memperbanyak mengucapkan hamdalah (Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin). Bersyukur dengan perbuatan, mari kita senantiasa istiqamah melaksanakan segala perintah Allah, dan menjauhi segala larangan Allah SWT.

Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad SAW. Mudah-mudahan dengan memperbanyak shalawat, dalam kehidupan kita diberikan istiqamah, dan di akhir hayat kita ditutup dengan husnul khatimah, dan ketika menghadap Allah SWT kita mendapatkan syafaatnya, insya Allah, Amin-Amin ya Rabbal Alamin.

Ma’asyiral Muslimin sidang jama’ah jum’at rahimakumullah.

Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah kapan dan dimanapun kita berada, karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Ketika ajal menjelang, ketika nafas sudah di tenggorokan, maka tidak akan berguna lagi harta dan kedudukan, tidak berguna lagi taubat dan penyesalan.

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Alhamdulillah, beberapa hari yang lalu kita telah melewati hari terakhir bulan Zulhijjah yang menandakan berakhirnya tahun 1434 Hijiriyah. Sekarang kita diberikan Allah SWT kesempatan memasuki hari-hari awal di bulan Muharram 1435 Hijriyah.

Mari kita renungkan, apa arti, apa pelajaran yang dapat kita ambil dari kesempatan hidup yang Allah berikan pada kita, sehingga kita dapat menghirup udara segar awal Muharram 1435 Hijriah ini?

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Pelajaran terbesar yang kita dapatkan ialah, bahwa Allah masih memberikan kesempatan kepada kita melakukan muhasabatun nafsi (introspeksi diri) secara total. Berupa keimanan kita, keislaman kita, ibadah kita, akhlak kita, pergaulan kita, ilmu kita, kewajiban kita, tanggung jawab kita, manajemen waktu kita, life style (gaya hidup) kita, dan semua hal yang terkait dengan kehidupan kita selama setahun sebelumnya, yakni tahun 1434 Hijriyah.

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Sesungguhnya muhasabatun nafsi adalah kunci utama dalam kehidupan kita. Dengan Muhasabatun nafsi, kita dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan kita pada waktu yang lalu, perbaikan hari ini dan persiapan serta perencanaan waktu yang akan datang.

Dengan muhasabatun nafsi, kita mampu menutupi kelemahan masa lalu dan meningkatkan kualitas diri pada hari ini dan masa yang akan datang. Dengan muhasabatun nafsi, hidup kita akan berkembang terus menuju ke arah yang benar dan lurus.

Bahkan dengan muhasabatun nafsi, kita dapat mengetahui hakikat dan persoalan diri kita secara pasti, amal yang kita lakukan dan bertambahnya kapasitas diri serta bekal menuju perjalanan akhirat kita yang amat panjang dan pasti.

Muhasabatun nafsi adalah kekayaan yang harus kita miliki, karena sangat penting dalam menjalankan kehidupan ini. Karena itulah, Khalifah Umar ra. Berkata:

حَاسِبُوْا أَنْفُوْسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا (Hisablah, hitung-hitung diri kamu sebelum kamu dihisab oleh Allah SWT.)

وَزِنُوْاهَا قَبْلَ أَنْ تُزَانُوْا (Timbang-timbang amal kamu sebelum amal kamu ditimbang oleh Allah SWT.)

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Mari kita bersiap menghadapi suatu hari di mana semua manusia akan dikumpulkan di padang Mahsyar kelak. Di sana Allah akan meminta pertanggungjawaban terhadap semua yang kita imani, yang kita yakini, yang kita ucapkan dan yang kita lalukan secara detil dan rinci, tak sedikit pun yang terlupakan. Jika baik, Allah akan berikan dengan balasan yang baik, dan jika nilainya buruk, maka Allah juga akan memberikan balasan yang buruk.

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Ada tiga perkara yang perlu kita hisab, kita hitung-hitung dalam kehidupan ini:

Yang pertama, Masalah Dien, Agama kita, yakni Al-Islam. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini pantas kita arahkan pada diri kita: Sudah sejauh mana kita memahami dan mengamalkan ajaran agama kita? Sejauh mana kita memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul SAW, sebagai sumber utama ajaran agama kita?

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Terkait masalah Dien ini, kita harus selalu menanamkan dalam diri kita spirit dan semangat belajar, belajar dan belajar. Karena Dienul Islam itu adalah ilmu, sedangkan ilmu tidak akan didapat kecuali dengan belajar dan mempelajarinya. Para ulama kita telah merumuskan ilmu Islam itu dengan rumusan yang sangat ilmiah, detil dan sangat sistematis sehingga kita mudah memahami dan mengamalkannya. Secara umum, ilmu terkait dengan Islam yang harus kita pelajari dan amalkan mencakup Iman/’Aqidah, Ibadah, Akhlak, Mu’amalah, Keluarga dan Syari’ah.

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Yang kedua, Masalah dunia kita. Dalam masalah kehidupan dunia, ada 3 hal yang perlu kita hisab:

Pertama, bagaimana kita menyikapi kehidupan dunia ini? Apakah kita mencintainya dan kita jadikan ia menjadi tujuan hidup kita? Ataukah berbagai fasilitas kehidupan ini, termasuk uang, rumah, kendaraan yang kita miliki, kita letakkan hanya sebagai sarana kehidupan dan kita tidak mencintainya melebihi cinta pada Allah dan Rasul-Nya? Ingat! Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa zuhud pada dunia adalah kunci mendapat cinta Allah.

Kedua, dari mana asal usul semua harta yang kita miliki? Apakah harta yang kita miliki benar-benar berasal dari sumber yang halal dan tidak sedikitpun tercampur dengan yang haram seperti riba, menipu, mencuri dan sebagainya, atau syubhat (belum jelas halal atau haram). Harta yang haram dan syubhat menyebabkan hati kita sakit dan bahkan bisa mati serta do’a kita tidak dikabulkan Allah. Pada akhirnya, di dunia kita kehilangan barokah hidup dan di akhirat kita akan dilemparkan Allah ke dalam neraka. Sebab itu, Allah dan Rasul-Nya menyuruh kita agar memakan, meminum dan memakai dari sumber yang halal dan dari benda dan jenis yang dihalalkan.

Ketiga, kemana kita belanjakan dan manfaatkan harta yang Allah anugerahkan pada kita? Kendati harta yang kita dapatkan dengan cara yang halal dan jenisnya pun halal, bukan berarti kita dibolehkan semau kita dalam membelanjakan dan memanfaatkannya. Islam mengatur sistem belanja, distribusi dan pemanfaatan harta kita. Harta tersebut pada hakikatnya Allah titipkan kepada kita agar menjadi modal kita untuk kepentingan akhirat kita.

Sebab itu, Allah memotivasi kita agar harta yang Allah anugerahkan itu kita infakkan/belanjakan di jalan-Nya setelah kita keluarkan kewajiban yang ada di dalamnya seperti zakat, nafkah, infaq, shadaqah, wasiat dan sebagainya.

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Yang ketiga, Masalah akhirat yang akan menjadi tempat tinggal kita selama-lamanya. Terkait masalah akhirat ini hanya ada dua kata: Ikhlaskan niat kita hanya karena Allah dalam semua kata dan amal ibadah yang kita lakukan, dan lakukan amal shaleh sebanyak mungkin yang dapat kita lakukan.

Untuk itu, hidup kita harus berorientasi akhirat dan jangan sampai kita lebih mencintai dunia ketimbang akhirat, karena dunia semua isinya akan musnah, termasuk jasad kita sendiri, sedangkan akhirat adalah kekal abadi. Di samping itu, jadikanlah sukses akhirat sebagai standar kesuksesan yang hakiki.

Allah SWT menjelaskan:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (آل عمران : 185)

“Semua yang bernyawa pasti mati. Nanti pada hari kiamat (akhirat) akan disempurnakan pahala kalian. Siapa yang dijauhkan (pada hari itu) dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh dialah yang sukses. Dan tidak adalah kehidupan dunia ini melainkan kenikmatan yang menipu”. (Ali-Imran: 185)

Ma’âsyiral muslimîn rahîmakumullâh

Mari kita syukuri nikmat umur yang telah Allah anugerahkan kepada kita sehingga kita dapat menghirup udara segar di bulan Muharram 1435 Hijiriyah tahun ini dengan melakukan Muhasabatun nafsi. Semoga Allah bantu kita, dan mudahkan kita dalam melakukan upaya meningkatkan kualitas dien, dunia dan akhirat kita dalam tahun 1435 Hijiriah ini, dan semoga hidup kita tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Amin ya Robbal ‘alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}

ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، وَ يَا قَاضِيَ الْحَاجَةِ.

رَبَّنَا لاَ تَدَعْ لَنَا فِي مَقَامِنَا هَذَا وَ فِي سَاعَتِنَا هَذِهِ ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَ لاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَ لاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَ لاَ مُسَافِرًا إِلاَّ وَصَلْتَهُ، وَ لاَ مَرِيْضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَ لاَ مَيِّتًا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، وَ لاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا لَكَ رِضًا وَ لَنَا فِيْهَا صَلاَحًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَ يَسَّرْتَهَا يَا أَكْرَمَ اْلأَكْرَمِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَاللهِ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ، وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

Muhasabah Tahun Baru Hijriah

Tanpa terasa, perkisaran waktu dan pergantian masa berlalu begitu cepat. Hari berganti, minggupun datang. Minggu pergi, bulan pun tiba. Bulan berlalu, tahun baru pun kita jumpai. Tanpa terasa waktu terus berputar. Kaki melangkah semakin jauh dan perbatasan usia kita semakin dekat.

Justru itu alangkah tepatnya jika saat-saat seperti ini kita merenung sejenak. Sambil membaca lembaran demi lembaran dari catatan perjalanan hidup yang telah kita lewati. Kita hitung laba dan rugi selama berdagang amal dalam kehidupan yang fana ini, sambil menyimak dan memperhatikan apa yang pernah disampaikan oleh khalifah Umar bin Khatab: “Hitung-hitunglah dirimu, sebelum amalmu dihitung (dihisab oleh Allah SWT)”.

Setelah bulan Zulhijjah berlalu maka datanglah bulan Muharram, yang merupakan gerbang tahun baru Islam. Di sinilah perlu kita tanya diri kita masing-masing. Apakah amal kita sudah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya? Atau apakah sama saja, tidak ada peningkatan? Atau bahkan justru jauh menurun?

Maka wajar kalau Nabi bersabda: “Barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemaren itulah orang-orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama saja dengan kemaren itulah orang-orang yang merugi. Dan (yang lebih parahnya lagi adalah) barang siapa yang hari ini lebih jelek dari hari kemaren itulah orang yang celaka”.

Hadits ini memberikan pelajaran kepada kita, bahwa melalui moment di tahun baru hijriah ini kita harus berusaha dengan sekuat tenaga, menjadikan masa lalu sebagai pelajaran, sehingga kita dapat menentukan sikap pada hari ini dan sekaligus merencanakan hari yang akan datang. Sehingga hari ini harus lebih baik dari hari kemaren dan besok harus lebih baik dari pada hari ini.

Jadi dengan demikian marilah kita me-muhasabahi dan menghitung-hitung diri kita masing-masing, apakah kita termasuk orang yang beruntung, merugi atau orang yang celaka. Semua jawabannya ada pada diri kita masing-masing.